Hai, kamu! Apa kabar? Pasti kamu ingat mengapa aku berani menuliskan hal ini sekarang? Ya sudah pasti kamu juga tahu. Namun, kali ini aku tidak akan menuliskan suatu puisi, suatu untaian kata, atau suatu hal yang menarik dan puitis buat kamu. Aku tahu kamu pernah bilang jika hal ini adalah hal yang paling kamu benci. Bahkan sampai ketulusan hatiku membuatkanmu ribuan puisi. Mungkin langsung saja tidak perlu lama lagi.
Pertama, aku yakin kamu pasti akan membaca ini; meskipun kamu hanya membaca beberapa kata saja setelah tahu isi semuanya. Setidaknya aku berani melakukan kesalahan kembali, untuk meyakinkanmu sebuah hal; meskipun kembali lagi, kamu tidak akan mau membacanya secara utuh. Kalau dulu aku buat semua kata-kata itu seharian, sekarang aku hanya buat kata-kata ini sejam ditambah rasa kantuk yang sebenarnya sudah ada sejak pukul 3 sore tadi di kantor. Aku tidak tahu bagaimana standar kamu menghargai aku atau tulisanku. Apakah kamu menghargainya dengan cara mengingatkanku lagi untuk berhenti melakukannya atau membaca sekilas,
I don't know. Aku tahu kamu yang lebih tahu tentang hal ini. Intinya semuanya tergantung kamu. Tahukah kamu semua kata-kata ini juga pernah aku katakan ketika aku mencintaimu? Oh oke harusnya aku menceritakan semuanya secara detil.
Tidak perlu lama kala itu. Tidak perlu lah menuliskan kala itu kita bertemu di mana, dengan siapa, pada saat apa, dan sebagainya. Kamu juga sudah tahu bahwa ini hanyalah sebuah rahasia umum. Namun, kala itu aku hanya kagum denganmu. Aku bandingkan secara jujur. Aku selalu ingat masa-masa ketika aku mencintai seseorang saat SMA. Dia dulu adalah seorang perempuan yang mahir sekali berbahasa Inggris. Bahkan aku masih ingat betul pertama kali kekagumanku kepadanya adalah ketika aku menyaksikan langsung dia berbicara dengan sangat lancar dalam bahasa Inggris. Memang, dulu aku lebih suka dengan perempuan yang memiliki kelebihan yang tidak aku sangka bisa bertemu dengannya. Sama seperti kamu, aku kagum dengan caramu menjawab pertanyaan kala itu. Aku tidak perlu jelaskan; kamu pasti tahu momen apa itu. Bahkan cerita kalian berdua itu sangat mirip sekali. Kalian berdua mencintai seorang cowok saat aku mengagumi kalian. Kalian berdua belum sama sekali mengikuti media sosialku (selain
Facebook dan
Line tentunya). Kalian berdua belum pernah sedekat aku dan sahabatku. Bahkan, kalian berdua persis memiliki kesempurnaan yang dulu aku agungkan. Kalian berdua memiliki penampilan yang membuatku terpana, kemampuan yang membuatku meleleh, belum lagi tutur kata dan perilaku kalian yang sangat baik kepada siapapun. Sejak kekagumanku tumbuh, aku tidak bahkan tak mau berani mendekati kalian. Aku masih ingat betul aku baru mulai mendekati dan benar-benar mendekati seseorang saat SMA itu ketika aku sudah pernah jatuh cinta untuk kedua kalinya. Sebelumnya? Ya seperti biasa layaknya kita seperti seorang teman, meskipun saat ulang tahunnya pun aku masih memberikan kejutan. Sama seperti kamu, bahkan tiga tahun lalu pun posisi kamu dan dia masih sama. Aku masih ingat perkataanmu bahwa
setiap perempuan tidak ingin digituin. Aku sudah berikan contoh konkret, bahkan kami sekarang masih berhubungan layaknya ketika kami bertemu pertama kali.
Aku rasa permasalahan awal kita timbul karena sebuah foto yang mencerminkanmu. Oke aku tahu harusnya aku menyimpan semua itu. Di sini aku juga tidak akan menyalahkanmu. Semoga tulisan ini bisa membuat kamu lebih mengerti di mana posisi kamu selama ini.
But, much as I say to admit, sejak itu banyak gejolak yang terjadi. Posisi kamu masih tetap sama dengannya dan semua yang aku lakukan juga masih sama dengan dia, bahkan lebih parah. Ya mungkin aku tidak mau cerita lagi. Kamu lebih tahu mengapa kamu memutuskan hal tersebut. Aku hanya bisa mengatakan, semuanya bahkan masih sama,
just the result is different. Apakah ini karena
input yang salah atau
system yang salah aku tidak tahu; yang jelas semua ini kamu yang tahu.
Jujur aja aku harus mengatakan ini. Aku pernah membencimu, bahkan sangat membencimu. Aku masih ingat aku tidak ingin berada di dekatmu bahkan tidak ingin melihatmu. Bahkan untuk mengucap namamu saja aku sudah tidak mau dan mendengarkan namamu saja aku sudah tidak ingin. Apakah seperti dia? Ya, sama, namun berbeda kondisi. Saat itu kondisi kami adalah kesalahpahaman. Namun, komunikasi masih menjadi titik utama permasalahan kami. Aku ingat bahkan saat kami berpisah pun, aku tidak mengucap sebuah kata perpisahan. Jangankan mengucap; bertemu saja aku sudah tidak mau. Sama seperti kamu, namun dengan kondisi yang berbeda. Aku rasa karena ekspektasiku terhadapmu yang aku rasa kamu pasti orang yang pandai jadi mau membantuku sekali saja. Ya, semua sirna. Semua kebencianku kepadamu selalu aku bawa di setiap langkah ketika aku menginjakkan tanah yang sama denganmu.
Andai komunikasi adalah masalahku, maka haruslah aku membuat sebuah perjanjian untuk berkomunikasi lagi denganmu. Aku sudah mencoba berusaha saat itu. Ya seperti tadi,
unexpected. Aku kira dengan itu semua, kita bisa menjelaskan semuanya. Oke semua sudah berlalu dan akhirnya aku rasa kita tidak perlu lagi membahas hal yang sama.
Aku masih ingat betul ketika Allah menanamkan sebuah rasa cinta padamu di dalam hatiku. Aku masih ingat betul kata-kataku saat itu, "aku yakinkan dalam hati ini aku akan melakukan apapun yang dulu kamu inginkan." Bagaimana caranya aku mencintaimu sambil menjauhimu? Ya, itu yang aku lakukan. Akhirnya aku mulai membuat ribuan puisi yang hanya aku tujukan kepadamu. Aku masih ingat beberapa puisi itu aku ingin berikan ketika perpisahan kita semakin nyata. Ya, semua ini angan-angan saja. Aku mencintaimu sama seperti ketika aku mencintai seseorang yang dulu pernah aku cintai. Aku masih ingat kami tidak pernah bertemu, dan bahkan tidak berniat untuk bertemu. Namun, setiap pertemuan itu aku masih ingat senyum manisnya dan wajah lucunya yang selalu membekas karena memang kami berdua pernah melakukan hal ini sebelumnya. Apakah aku bersikukuh untuk bertemu dengannya? Tidak. Bahkan mengucap namanya saja sudah tidak pernah. Bertemu atau memberikan kabar? Kami tidak pernah melakukannya. Sama seperti kamu dan dia, namun ini lebih benar-benar
lost contact. Bahkan kami sama sekali tidak lagi bertemu setelah sekian lama. Namun, aku rasa aku tidak perlu bercerita lebih lanjut.
Sudah jelas mengapa semuanya tergantung kamu? Sekarang aku sudah lelah untuk memperjuangkan kepercayaan. Andai aku mendapat sedikit saja rasa percayamu, mungkin aku sudah tidak lagi memperjuangkannya. Ya sekarang aku tidak perlu menceritakan lagi. Kita tahu salah kita di mana dan kita tahu apa yang harusnya kita lakukan. Andai ini jawabannya, baiklah kita lakukan. Namun jika tidak, lakukanlah yang lebih baik.
Di surat ini aku tidak ingin menulis banyak hal. Aku rasa kamu sudah tahu ini apa. Aku tidak ingin lagi berurusan denganmu. Aku juga sudah lelah dan bahkan menyerah untuk memperjuangkan apa itu namanya kepercayaan. Pastinya kamu juga sama dan bangga ketika tahu kata-kata ini keluar dariku. Andaikata kebahagiaan yang kamu cari: itu pasti bukan dariku. Andaikata kesempurnaan yang kamu cari: itu pasti bukan aku.
Aku bukanlah seseorang yang sangat sempurna sampai tahu perasaanmu saat ini. Namun, ini perjuangan terakhirku: tetap mengingat hari ini sebagai hari terakhir kita bertemu; meskipun kita tidak pernah bertemu sejak itu. Aku tidak berharap pertemuan atau jawaban darimu. Aku hanya ingin melihat bahagianya seorang makhluk Tuhan, apakah pantas makhluk Tuhan bahagia hanya dengan menghapus kebahagiaan orang. Semua yang aku rencanakan juga bukanlah sesuatu hal yang berhasil. Lantas, apa yang kamu cari? Tidak ada. Itulah jawaban yang selama ini aku pegang darimu sejak pertama kali kita bertemu.
Aku rasa kesempurnaanmu yang akan membuatmu lebih sempurna, bukan diriku.
Dan aku rasa aku hanya butuh seseorang yang menyempurnakan hidupku, bukan kesempurnaan yang ada padanya.
Dan aku rasa jawabannya bukan kamu.
Terima kasih atas segalanya. Semua yang kamu pilih sampai detik ini sudah menjadi bagian dari rencana terburuk yang pernah aku buat. Semua kemungkinan yang ada sebenarnya pernah aku alami, dan kali ini bukan yang terburuk. Sekali lagi, kamu tidak salah dan aku tidak akan menyalahkanmu.
Kamu sudah tahu kata apa yang tercantum di sini.
